Aset properti – Dalam transaksi jual beli tanah dan atau bangunan atau kepemilikan properti dengan pengembang perumahan ada tiga alternatif obyek transaksi yang dapat dipilih oleh konsumen : tanah dan bangunan rumah di atasnya yang sudah siap huni, tanah dan bangunan rumah yang akan/sedang didirikan di atasnya, dan kavling tanah matang. Untuk setiap alternatif obyek transaksi di atas pun diperlukan pengetahuan apa yang harus dilakukan pada persiapan sebelum transaksi, proses transaksi dan setelah transaksi yang berbeda satu dengan lainnya, sebagaimana diuraikan di bawah ini:
1. Tanah dan Bangunan Rumah di Atasnya Sudah Siap Huni
Objek transaksi ini paling aman dan efisien dibanding objek lainnya, meski saat ini paling jarang ditawarkan oleh pengembang.
Pengecekan Objek
Meskipun demikian konsumen tetap perlu melakukan beberapa pengecekan sebelum melakukan transaksi antara lain. mengecek sertifikat hak, masih induk atau telah dipecah, mengecek kondisi fisik bangunan rumah, mengecek IMB (Ijin Mendirikan Bangunan), mengecek site plan perumahan, mengecek sarana, fasilitas umum dan sosial sekitarnya.
Proses Transaksi
Adapun proses transaksinya, biasanya konsumen diwajibkan membayar harga jual yang ditentukan secara bertahap atau melalui KPR (Kredit Kepemilikan Rumah), dan setelah harga dilunasi atau dana KPR bank telah dicairkan, selanjutnya dibuat AJB (Akta Jual Beli) didepan PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) yang ditunjuk oleh pengembang.
Masa Pemeliharaan dan Pengurusan Sertifikat Hak Kepemilikan Properti
Selanjutnya setelah proses transaksi selesai dan anda sudah menempati/menerima bangunan rumah, ada dua hal penting lain yang harus anda perhatikan adalah terkait dengan masa pemeliharaan dan pengurusan sertifikat hak. Masa pemeliharaan adalah semacam garansi dan pengembang terhadap kondisi fisik dan bangunan rumah selama jangka waktu sekitar 100 hari kalender sejak tanggal serah terima bangunan. Selama jangka waktu tersebut anda berhak meminta kepada pengembang untuk melakukan perbaikan-perbaikan terhadap kerusakan fisik bangunan rumah secara gratis. Di mana kerusakan-kerusakan fisik tersebut dapat dibuktikan karena kesalahan pelaksanaan pembangunan yang dilakukan oleh pengernbang, tidak termasuk kerusakan fisik karena kesalahan pemakaian/penggunaan oleh konsumen sendiri. Sedangkan proses pendaftaran pengalihan hak kepemilikan atas tanah merupakan prestasi terakhir yang wajib dilakukan oleh pengembang setelah dibuatnya Akta Jual Beli.
Menurut ketentuan yang berlaku, dalam menjalankan proyek pembangunan perumahan/real estate, pengembang harus mengantongi sertifikat Hak Guna Bangunan lnduk/per kavling atas nama perusahaan pengembang. Sehingga nantinya setelah seluruh proses transaksi tersebut di atas Selesai, maka pengembang bertanggung jawab memecah sertifikat induk ke atas nama masing-masing konsumen/pembeli. Dikarenakan sertifikat induk berstatus Hak Guna Bangunan, maka nantinya anda juga akan menerima sertifikat pecahan dengan status Hak Guna Bangunan juga. Atas Sertifikat Hak Guna Bangunan pecahan tersebut, nantinya dapat diajukan permohonan peningkatan hak menjadi Sertifikat Hak Milik oleh masing-masing konsumen.
2. Tanah dan Bangunan Rumah Akan/Sedang Didirikan Diatasnya
Alternatif membeli objek transaksi ini memiliki resiko hukum yang paling besar dibandingkan alternatif lainnya, karena sangat bergantung kepada tanggung jawab dan itikad baik dari pengembang untuk rnemenuhi prestasinya/kewajiban untuk menyelesaikan pembangunan rumah sesuai dengan standar dan jangka waktu yang disepakati. Sementara, itu di negara kita ini belum ada aturan atau sistem hukum yang bisa menjamin kepentingan hukum bagi konsumen atas kepemilikan properti. Sehingga konsumen selalu menjadi pihak yang lemah dan dirugikan, karena dalarn prakteknya Pengembang sudah menerima pembayaran di awal perjanjian jauh sebelum pengembang melakukan kewajibannya.
Pengecekan Objek Mengecek keabsahan kepemililkan Pengembang atas objek tanah yang bersangkutan, yaitu terkait dengan status Pembebasan tanah dari pemilik tanah yang sebelumnya, dan mengecek apakah pengembang sudah memiliki sertifikat hak induk atas nama pengernbang. Selain itu disarankan juga untuk mengecek apakah pengembang sudah memiliki IMB (Izin Mendirikan Bangunan) dan izin-izin lain yang diperlulan untuk melaksanakan pembangunan proyek perumahan. Selanjutnya juga disarankan mengecek Site Plan, kondisi fisik tanah, sarana dan prasarana sekitarnya.
Pengikatan Perjanjian Jual Beli
Perjanjian jual beli terhadap objek transaksi berupa tanah dan bangunan/ruko, pada awalnya hanya bisa dituangkan dalam bentuk PPJB (Perjanjian Pengikatan Jual Beli). Hal ini terjadi karena AJB (Akta Jual Beil) baru dapat dibuat di hadapan PPAT setelah harga lunas dibayar dan bangunan rumah/ruko telah selesai/telah diserahterimakan. Ketentuan tersebut tetap berlaku sama walaupun konsumen sudah membayar lunas harga yang ditentukan, karena saat itu bangunan rumah/ruko belum selesai didirikan.
Ketentuan PPJB
Hal penting lain yang patut diperhatikan adalah bagaimana isi ketentuan dalam PPJB (Perjanjian Pengikatan Jual Beli), karena PPJB tersebut akan menjadi dasar hukum bagi anda bila di kemudian hari pengembang melakukan wanprestasi. PPJB merupakan perjanjian baku yang sudah disiapkan oleh pengembang yang isinya seharusnya mengatur hal-hal berikut : identitas kedua belah pihak, objek jual beli, harga jual dan biaya-biaya lain yang harus ditanggung konsumen serta cara pembayarannya, tanggal serah terima bangunan dan ketentuan pelaksanaannya, spesifikasi bangunan, denda keterlambatan serah terima bangunan, kelebihan luas tanah, syarat pemutusan perjanjian secara sepihak oleh konsumen atau developer, pelaksanaan pembuatan Akta Jual Beli, pengurusan sertifikat hak, masa pemeliharaan dan alternatif penyelesaian perselisihan.
Meskipun PPJB merupakan perjanjian baku yang telah ditentukan secara sepihak oleh pengembang, namun bila anda menemukan ketentuan-ketentuan yang jelas dapat merugikan kepentingan konsumen atau tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, maka anda sebenarnya bisa bersikap kritis dengan mengajukan keberatan-keberatan yang relevan kepada pengembang sebelum menandatanganinya demi amannya syarat kepemilikan properti. Terkait dengan sikap kritis , maka mengingat banyaknya terjadi kasus keterlambatan serah terima bangunan oleh pengembang dan ketidaksesuaian spesifikasi bangunan, maka sangat disarankan anda dapat melakukan dan koordinasi secara kontinyu atas pelaksanaan pembangunan rumah anda. Sehingga anda dapat segera mengetahui dan bertindak bila mengetahui terjadinya wanprestasi dari pihak pengembang. Selanjutnya setelah harga dibayar lunas dan bangunan rumah telah selesai, PPJB diatas ditindaklanjuti dengan membuat AJB (Akta Jual Beli) di depan PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah).
Sebagaimana dijelaskan untuk tanah dan bangunan rumah yang siap huni di atas, maka setelah proses transaksi selesai ada dua hal penting lain yang harus Anda perhatikan untuk kepemilikan properti adalah tentang pengurusan pemecahan sertifikat hak dan mengenai masa pemeliharaan sebagaimana dijelaskan di atas:
1. Jangan tertarik dengan penawaran penjualan dari pengembang, sebelum pengembang mempunyai ijin-ijin yang diperlukan seperti SIPPT (Surat Ijin Penunjukan Penggunaan Tanah) IMB induk atau IMB per kavling.
2. Pelajari isi PPJB (Perjanjian Pengikatan Jual Beli) dengan seksama sebelum Anda menandatanganinya, kalau perlu anda dapat minta waktu beberapa hari sebelum tanggal penandatanganan untuk mempelajarinya.
3. Perlu diketahui jangka waktu serah terima bangunan maksimal adalah 18 (delapan belas) bulan setelah tanggal penandatanganan Perjanjian Pengikatan Jual Beli.
4. Apabila anda merasa tidak yakin dengan kredibilitas pengembang, disarankan jangan membayar dengan tunai. Lebih baik anda memilih membayar secara bertahap sesuai dengan penyelesaian pekerjaan pembangunan pengembang.
5. Luangkan waktu untuk secara kontinyu mengecek pekerjaan pembangunan rumah anda. Dan segera berikan teguran, bila anda menemui hal-hal diluar kesepakatan/perjanjian.
6.Ingat, anda berhak menuntut denda keterlambatan bila pengembang terlambat melaksanakan serah terima bangunan, yang besar dan persyaratannya sesuai dengan isi PPJB kepemilikan properti.
3. Kavling Tanah Matang
Berdasarkan Surat menteri Negara Perumahan dan Pemukiman Republik Indonesia nomor 109/UM.01.01/M/09109 tanggal 27 September 1999, pengembang dapat menjual kavling tanah matang tanpa bangunan. Namun demikian dalam perjanjiannya (Perjanjian Pengikatan Jual Beli), konsumen/pembeli berkewajiban mendirikan bangunan rumah di atasnya untuk jangka waktu yang telah ditentukan. Persiapan sebelum transaksi maupun proses transaksi untuk kavling tanah matang pada prinsipnya hampir sama dengan persiapan yang perlu dilakukan untuk objek tanah dan bangunan rumah yang akan/sedang didirikan di atas.
Perlu diketahui, Akta Jual Beli baru bisa dibuat di hadapan PPAT setelah konsumen/pembeli selesai mendirikan bangunan rumah di atas kavling tanah matang yang dibelinya dari pengembang atas kepemilikan properti. Sehingga walaupun konsumen sudah melunasi harga tanah, tetap tidak bisa membuat Akta Jual Beli dan memperoleh sertifikat tanahnya, selama konsumen belum menyelesaikan bangunan rumah di atasnya. Terkait dengan pelaksanaan pembangunan rumah, sebelumnya konsumen juga harus mengurus IMB (Ijin Mendirikan Bangunan) terlebih dahulu. Walaupun biasanya pengurusan IMB dapat diurus melalui kantor pengembang, konsumen berkewajiban menanggung biaya sendiri atas pengurusan IMB tersebut. -asialandproperty