Inilah Para Arsitek Senior Negeri Ini Yang Menjadi Kebanggaan Indonesia di Mata Dunia

Arsitek – Banyak pahlawan-pahlawan bangsa telah terlahir untuk memberikan kehormatan dan kebanggaan pada bangsa ini. Dari pejuang kemerdekaan hingga pahlawan pengisi kemerdekaan.

Satu peran dalam mengisi pembangunan adalah dengan berkarya dalam membangun peradaban melalui karya-karya arsitektural dan peran ini tak lepas dari arsitek yang merupakan ujung tombaknya. Di antara ratusan bahkan ribuan arsitek nasional , terdapat beberapa sosok arsitek yang telah memberikan perannya dalam masa pembangunan negeri ini bahkan hingga diberi kepercayaan untuk berkarya di luar negeri.

1. Y.B Mangunwijaya Pr. (1929 – 1999)

YB-Mangunwijaya
Romo Mangun (nama panggilannya), menempati posisi puncak dalam daftar ini karena sumbangsihnya tidak hanya terbatas pada arsitektur namun juga meresap ke dalam ingatan dan jiwa kita. Dalam bidang arsitektur sendiri lulusan Teknik Arsitektur ITB pada tahun 1959 dan Rheinisch Westfaelische Technische Hochschule, Aachen, Jerman pada tahun 1966 ini dijuluki sebagai Bapak Arsitektur Modern Indonesia. Karyanya yang terkenal adalah Bentara Jakarta, berbagai gereja dan kawasan pemukiman Kali Code.

Sebagai humanis ia sangat peduli pada masyarakat kecil saat merancangan pemukiman di bantaran Kali Code, tidak berhenti pada pembangunan fisik namun juga pembangunan untuk memanusiakan manusia. Ia memberikan pendampingan pada korban waduk Kedungombo sampai berhasil ke Mahkamah Agung, meski untuk jasanya itu ia dicap komunis oleh rezim Orde Baru. Rohaniawan Katolik ini menempuh pendidikan seminari pada Seminari Menengah Kotabaru, Yogyakarta, yang dilanjutkan ke Seminari Menengah Santo Petrus Kanisius di Mertoyudan, Magelang.

Ia juga seorang sastrawan yang menghasilkan karya-karya yang dipuji tidak hanya di Indonesia namun juga di seluruh dunia. Sebut saja Burung-burung Manyar dan Roro Mendut. Romo juga sangat peduli mengenai pendidikan dan mendirikan Yayasan Dinamika Edukasi Dasar, yayasan pendidikan untuk anak miskin dan terlantar. Ia memang sangat peduli dengan pendidikan dasar sampai-sampai ia pernah berkata “when i die, let me die as a primary school teacher”. Untuk jasanya ia mendapatkan berbagai penghargaan, lengkap untuk setiap bidang yang ia geluti.

2. Fredrich S. Silaban (1912 – 1984)

FS-Silaban
Fredrich S. Silaban, karya-karyanya menghiasi ibukota Jakarta. Siapa yang tidak kenal Monumen Nasional (Monas), Gelora Senayan dan tentunya yang paling membanggakan adalah Masjid Istiqlal.

Bangunan masjid terbesar di Asia Tenggara itu dirancang olehnya melalui sebuah sayembara dan karyanya itu menjadi ‘monumen toleransi’ di Indonesia. Mengapa? Karena masjid terbesar di Indonesia dirancang oleh seorang Kristen. Ia menyelesaikan pendidikan formal di H.I.S. Narumonda, Tapanuli tahun 1927, Koningen Wilhelmina School (K.W.S.) di Jakarta pada tahun 1931 dan Academic Van Bouwkunst Amsterdam, Belanda pada tahun 1950. Selain masjid Istiqlal, Monumen Nasional menjadi hasil rancangannya setelah Presiden RI kala itu, Soekarno memerintahkannya merancang ulang hasil sayembara sebelumnya.

3. Achmad Noeman (1926 – sekarang  )

Achmad-Noeman
Achmad Noeman terkenal sebagai maestro arsitektur masjid Indonesia. Sudah banyak karyanya seperti masjid Salman ITB, masjid Amir Hamzah di Taman Ismail Marzuki, masjid At-Tin Jakarta, masjid Islamic Center Jakarta, masjid Soeharto di Bosnia dan masjid Syekh Yusuf di Cape Town, Afrika Selatan. Namun karyanya yang melambungkan namanya adalah masjid Salman di ITB, masjid ini berdiri gagah tanpa kubahnya. Dalam merancang masjid ia berprinsip bahwa barisan shalat tidak boleh terpotong sehingga dalam desain masjidnya tidak ada kolom di dalam bangunan masjid. Ia merupakan salah satu pendiri IAI (Ikatan Arsitek Indonesia).

4. Ir. Ciputra (1931- sekarang )

Ir.-Ciputra

Ir. Ciputra dikenal bukan karena karya-karyanya tapi karena kesuksesan usahanya, pandangan hidupnya dan sumbangannya untuk kemajuan kewirausahaan Indonesia. Ia menyelesaikan pendidikan arsiteknya tahun 1960 di ITB. Pada tahun-tahun berikutnya ia kemudian bekerja di Jaya Group, perusahaan daerah milik Pemda DKI.

Di sana karirnya melesat sampai usia 65 tahun ia masih bekerja sebagai direksi. Dari bekerja di Jaya Group ini ia menelorkan inovasi-inovasinya melalui kawasan Ancol. Jiwa pengusahanya mulai bersinar ketika ia membentuk usaha bersama Sudono Salim (Liem Soe Liong), Sudwikatmono, Djuhar Sutanto dan Ibrahim Risjad mendirikan Metropolitan Group yang menghasilkan dua kawasan perumahan paling ikonik di Indonesia yaitu Pondok Indah dan Bumi Serpong Damai. Ia pun mendirikan perusahaannya sendiri di bawah naungan Ciputra Group dan menghasilkan berbagai macam proyek properti lainnya.

Saat krisis moneter melanda Indonesia sekitar tahun 1997 grup usahanya terlilit utang dan mengalami kemunduran namun saat ini telah bangkit dan kembali melakukan usaha di Indonesia dan luar negeri. Saat ini kegiatan utamanya adalah melakukan pendidikan kewirausahaan, ia mendirikan sekolah dan universitas Ciputra untuk mempersiapkan lulusannya menjadi pengusaha. Kiprah Ciputra diapresiasi oleh Museum Rekor Indonesia (MURI) dengan memberikan dua rekor kepadanya, yakni sebagai Entrepreneur Peraih Penghargaan Terbanyak di berbagai bidang dan Penyelenggaraan Pelatihan Entrepreneurship kepada Dosen Terbanyak

5. Soejodi Wirjoatmodjo (1928 – 1981)

Soejodi-Wirjoatmodj
Soejodi Wirjoatmodjo merupakan seorang arsitek berbakat yang memenangkan sayembara untuk desain gedung MPR/DPR (dahulu gedung CONEFO (Conference of the New Emerging Forces). Ia merupakan arsitek lulusan ITB dan mengenyam pendidikan arsitek melalui beasiswa di Perancis di Ecole Superieure National des Beaux Arts, Paris dan Hoogeschool, Delft, Belanda.

Karya-karyanya antara lain gedung Sekretariat Asean, gedung Kedubes Prancis di Jakarta, gedung Konsulat Indonesia di Beograd, gedung KBRI di Kuala Lumpur, dan stasiun PLTA di Karangkates, Jawa Timur. Selain itu, Soejoedi turut merancang masterplan Tata Kota kotamadya Pontianak, Kalbar, masterplan daerah pariwisata Nusa Dua, Bali, dan masterplan pengembangan pariwisata Jawa Tengah. Warisannya adalah membawa bentuk arsitektur non-tradisional sebagai inspirasi arsitek-arsitek muda, rancangannya memberikan ruang interaksi sosial tanpa mengorbankan lingkungan sekitar.

6. Han Awal ( 1930 – sekarang  )

Han-Awal
Karya arsitek satu ini yang paling terkenal adalah gedung Museum Arsip Nasional (pemugaran), kampus Universitas Katolik Atma Jaya di Semanggi dan gedung sekolah Pangudi Luhur di Kebayoran Baru, Jakarta. Arsitek ini mengenyam pendidikan arsitek di Technische Hoogeschool di Delft, Belanda dan kemudian Technische Universitat, Berlin Barat dan lulus tahun 1960.

Ia kemudian dikenal sebagai arsitek pemugaran (konservationis) bangunan-bangunan tua, karya pemugarannya meliputi gereja Katedral Jakarta, gedung Arsip, gedung Bank Indonesia Jakarta kota dan gereja Immanuel. Untuk sumbangannya di bidang budaya ini ia mendapatkan penghargaan Profesor Aa Teeuw, guru besar kajian budaya Indonesia di universitas Leiden, Belanda. Penghargaan itu diberikan dua tahun sekali sejak 1992 kepada warga Indonesia atau Belanda yang dinilai berjasa meningkatkan hubungan kebudayaan kedua negara

7. Hendra Hadiprana (1929 – sekarang )

Hendra-Hadiprana
Karya Hendra Hadiprana berada di Hongkong : Ramayana Galleries hotel Hilton dan Bank Niaga Indonesia. Bersekolah di Akademie Minerva Afdeling Architektuur, Groningen, Belanda. Dan kemudian mendirikan Hendra Hadiprana Architech and Interior Design.

Pada awalnya bergerak di bidang desain interior rumah kemudian merambah ke desain bangunan. Pada masa itu bank-bank asing selalu menyerahkan desain arsitekturnya kepada kantor konsultan ini. Selain itu karyanya juga meliputi hotel-hotel di Indonesia, kliennya termasuk keluarga dekat Soeharto. Karya terbarunya yang bisa dilihat adalah gedung Universitas Bina Nusantara dan bandara di Kalimantan Timur.